Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan
yang berkaitan erat dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Dalam
sejarahnya, pendidikan tinggi farmasi di Indonesia dibentuk untuk menghasilkan
apoteker sebagai penanggung jawab apotek, dengan pesatnya perkembangan ilmu
kefarmasian maka apoteker atau dikenal pula dengan sebutan farmasis, telah
dapat menempati bidang pekerjaan yang makin luas. Apotek, rumah sakit, lembaga
pemerintahan, perguruan tinggi, lembaga penelitian, laboratorium pengujian
mutu, laboratorium klinis, laboratorium forensik, berbagai jenis industri
meliputi industri obat, kosmetik-kosmeseutikal, jamu, obat herbal, fitofarmaka,
nutraseutikal, health food, obat veteriner dan industri vaksin, lembaga
informasi obat serta badan asuransi kesehatan adalah tempat-tempat untuk
farmasis melaksanakan pengabdian profesi kefarmasian.
Buku Pharmaceutical handbook menyatakan bahwa farmasi
merupakan bidang yang menyangkut semua aspek obat, meliputi : isolasi/sintesis,
pembuatan, pengendalian, distribusi dan penggunaan.
Silverman dan Lee (1974) dalam bukunya, “Pills,
Profits and Politics”, menyatakan bahwa :
- Pharmacist lah yang memegang peranan penting dalam membantu dokter menuliskan resep rasional. Membantu melihat bahwa obat yang tepat, pada waktu yang tepat, dalam jumlah yang benar, membuat pasien tahu mengenai “bagaimana,kapan,mengapa” penggunaan obat baik dengan atau tanpa resep dokter.
- Pharmacist lah yang sangat handal dan terlatih serta pakart dalam hal produk/produksi obat yang memiliki kesempatan yang paling besar untuk mengikuti perkembangan terakhir dalam bidang obat, yang dapat melayani baik dokter maupun pasien, sebagai “penasehat” yang berpengalaman.
- Pharmacist lah yang meupakan posisi kunci dalam mencegah penggunaan obat yang salah, penyalahgunaan obat dan penulisan resep yang irrasional.
Sedangkan Herfindal dalam bukunya “Clinical
Pharmacy and Therapeutics” (1992) menyatakan bahwa Pharmacist harus
memberikan “Therapeutic Judgement” dari pada hanya sebagai sumber informasi
obat.
Melihat hal-hal di atas, terlihat adanya suatu
kesimpangsiuran tentang posisi farmasi. Dimana sebenarnya letak farmasi ? di
jajaran teknologi, Ilmu murni, Ilmu kesehatan atau berdiri sendiri ?
kebingungan dalam hal posisi farmasi dalam keilmuan akan membingungkan para
penyelenggara pendidikan farmasi, kurikulum semacam apa yang harus disajikan,
semua bidang farmasi atau dikelaskan agar lebih terfokus.lagi
Di Inggris, sejak tahun 1962, dimulai suatu era baru
dalam pendidikan farmasi, karena pendidikan farmasi yang semula menjadi bagian
dari MIPA, berubah menjadi suatu bidang yang berdiri sendiri secara utuh.rofesi
farmasi berkembang ke arah “patient oriented”, memuculkan berkembangnya Ward
Pharmacy (farmasi bangsal) atau Clinical Pharmacy (Farmasi
klinik).
Di USA telah disadari sejak tahun 1963 bahwa
masyarakat dan profesional lain memerlukan informasi obat tang seharusnya
datang dari para apoteker. Temuan tahun 1975 mengungkapkan pernyataan para
dokter bahwa apoteker merupakan informasi obat yang “parah”, tidak mampu
memenuhi kebutuhan para dokter akan informasi obat bahkan paradigma tersebut
masih melekat sampai saat ini dikarenakan kebingungan yang terjadi pada akar
bidang keilmuan farmasi yang lebih luas daripada kedokteran yang berorientasi
pada pasien, sedangkan farmasi pada masa pendidikan S1 tidak hanya dijejali
dengan kuliah farmakologi, farmasetika, farmakokinetik, anatomi
fisiologi manusia DLL (ilmu farmasi klinik), tetapi juga mempelajari teknologi
farmasi, kimia farmasi, DLL sampai kepada manajemen farmasi.
Perkembangan terakhir adalah timbulnya konsep “Pharmaceutical
Care” yang membawa para praktisi maupun para “profesor” ke arah
“wilayah” pasien. Secara global terlihat perubahan arus positif farmasi menuju
ke arah akarnya semula yaitu sebagai mitra dokter dalam pelayanan pada pasien.
Apoteker diharapkan setidak-tidaknya mampu menjadi sumber informasi obat baik
bagi masyarakat maupun profesi kesehatan lain baik di rumah sakit, di apotek
atau dimanapun apoteker berada.
Pelayanan obat kepada pasien melalui berbagai tahapan
pekerjaan meliputi diagnosis penyakit, pemilihan, penyiapan dan penyerahan obat
kepada pasien yang menunjukkan suatu interaksi antara dokter, farmasis,
pasien sendiri. Dalam pelayanan kesehatan yang baik, informasi obat menjadi
sangat penting terutama informasi dari farmasis, baik untuk dokter, perawat dan
pasien.
Jadi kawan-kawan tak usah khawatir sekolah di farmasi, karena bidang pekerjaannya luas..... :)
Kunjungi juga: http://www.poltekkestasikmalaya.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar