Sabtu, 25 Mei 2013

Perjalanan Obat Dalam Tubuh (ADME)

Tujuan terapi obat adalah untuk mencegah, menyembuhkan atau mengendalikan berbagai keadaan penyakit. Untuk mencapai tujuan ini, dosis obat yang cukup harus disampaikan kepada jaringan target sehingga kadar terapeutik (tetapi tidak toksik) didapati.
Obat yang diberikan pada pasien, akan banyak mengalami proses sebelum tiba pada tempat aksi atau jaringan sasaran. Secara garis besar proses-proses ini dapat dibagi menjadi tiga tingkat atau fase, yaitu fase biofarmasetik atau farmasi, fase farmakokinetik, dan fase farmakodinamik. Untuk menghasilkan efek farmakologi atau efek terapi, obat harus mencapai tempat aksinya dalam kosentrasi yang cukup untuk menimbulkan respon. Tercapainya kosentrasi obat tergantung dari jumlah obat yang diberikan, tergantung pada keadaan dan kecepatan obat diabsorbsi dari tempat pemberian dan distribusinya oleh aliran darah ke bagian lain dari badan.
Efek karakteristik dari obat akan hilang, apabila obat telah bergerak ke luar dari badan dan konsekuensi dari letak aksinya baik dalam bentuk yang tidak berubah atau setelah mengalami metabolisme obat dan terjadi metabolit yang dikeluarkan melalui proses ekskresi. Oleh karena itu sangat penting diketahui bagaimana cara badan telah menangani obat dengan proses absorbs, distribusi, metabolism dan ekskresi, bila kita menentukan suatu dosis, rute, bentuk obat yang diberikan bila dikehendaki  efek terapi yang diinginkan dengan efek toksik yang minimal.

Fase Farmasetik        ; fase ini meliputi waktu mulai penggunaan sediaan obat melalui mulut hingga pelepasan zat aktifnya ke dalam cairan tubuh. Sebagai contoh tablet mengandung hanya 5-10% zat aktif, 90% zat tambahan terdiri dari 80% zat pengencer, zat pengikat dan 10% zat penghancur tablet. Yang penting dalam hubungannya dengan fase ini adalah ketersediaan farmasi dari zat aktifnya, yaiyu obat siap diabsorsi.
Fase farmakokinetik ; fase ini meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentukan, setelah obat dilepas dari bentuk sediaan. Obat harus diabsorbsi ke dalam darah, yang akan segera didistribusikan melalui tiap-tiap jaringan dalam tubuh. Dalam darah obat dapat mengikat protein darah dan mengalami metabolism, terutama dalam melintasi hepar (hati). Meskipun obat akan didistribusikan melalui badan, tetapi hanya sedikit yang tersedia untuk diikat pada struktur yang telah ditentukan.
Fase farmakodinamik ; bila obat telah berinteraksi dengan sisi reseptor biasanya protein membrane akan menimbulkan respon biologic. Tujuan pokok dari fase ini adalah optimisasi dari efek biologik.
Obat di daerah pemberian
1.      Aborbsi
Obat dalam plasma

2.   Distribusi
Obat dalam jaringan
3.   Metabolisme
Metabolit dalam jaringan

4.      Eliminasi
Obat dan/atau metabolit dalam urin, feses, empedu
  1.   Absorbsi
Absorbsi adalah transfer suatu obat dari tempat pemberian ke dalam aliran darah. Kecepatan dan efesiensi absorbsi tergantung pada cara pemberian. Untuk intravena, absorbs sempurna yaitu dosis total obat seluruhnya mencapai sirkulasi sistemik. Proses absorbsi sangat penting dalam menentukan efek obat. Pada umumnya obat yang tidak diabsobsi tidak menimbulkan efek, kecuali antasida dan obat yang bekerja local. Proses absorbs terjadi diberbagai tempat pemberian obat, seperti saluran cerna, otot, rangka, paru-paru, kulit dan sebagainya. Transfer obat dari saluran cerna tergantung pada sifat-sifat kimianya, obat-obat bisa diabsorbsi dari saluran cernasecara difusi pasif atau transport aktif.
Absorbsi dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain :
1.      Kelarutan obat
Agar dapat diabsorbsi, obat harus dalam larutan. Obat yang diberikan dalam larutan akan lebih cepat diabsorbsi daripada yang harus larut dulu dalam cairan tubuh sebelum diabsorbsi. Obat yang sukar sekali larut akan sukar diabsorbsi pada saluran gastrointestinal.
2.      Kemampuan difusi melalui sel membrane
Semakin mudah terjadi difusi dan makin cepat melintasi sel membrane, makin cepat obat diaborbsi.
3.      Kosentrasi obat
Semakin tinggi kosentrasi obat dalam larutan, makin cepat diabsorbsi.
4.      Sirkulasi pada letak absorbsi
Jika tempat absorbsi mempunyai banyak pembuluh darah, maka absorbs obat akan lebih cepat dan lebih banyak. Misalnya pada injekasi anestesi local ditambah adrenalin yang dapat menyebabkan vasokonstriksi, dimaksudkan agar absorbs obat diperlambat dan efeknya lama.
5.      Luas permukaan kontak obat
Obat lebih cepat diabsorbsi olehi bagian tubuh yang mempunyai  luas permukaan yang besar, misalnya endetarium paru-paru, mokusa usus, dan usus halus.
6.      Bentuk sediaan cair
Kecepatan absorbs obat tergantung pada kecepatan pelepasan obat dari bahan pembawanya. Urutan kecepatan obat dari bentik peroral sebagai berikut : larutan dalam air – serbuk - kapsul - tablet bersalut gula - tablet bersalut enteric.
Beberapa hal sebagai contoh dimana bentuk obat mempengaruhi absorbs :
-          Absorbs obat dapat diperpanjang dengan penggunaan bentuk obat long-acting.
-          Kecepatan absorbs injeksi dapat diturunkan dengan menggunakan suspense atau emulsi, untuk obat yang sukar larut.
-          Absorbs obat dapat dipercepat dengan memperkecil ukuran partikel.
-          Jumlah dan sifat bahn pengikat serta bahan penghacur, tekanan tablet akan mempenggaruhi absorbs obat dalam bentuk tablet,
7.      Rute cara pemberian obat
Rute cara pemakaian obat bermacam-macam antara lain :
-          Melalui mulut (oral)
-          Melalui sublingual (dibawah lidah) atau buccal (antara gusi dan pipi)
-          Melalui rectal
-          Melalui parental
-          Melalui endotel paru-paru
-          Melalui kulit (efek local), topical
-          Melalui urogenital (efek local)
-          Melalui vaginal (efek local)
  2.     Distribusi
Obat setelah diabsorbsi akan tersebar melalui sirkulasi darah keseluruh badan. Dalam peredarannya, kebanyakan obat-obat di distribusikan melalui membrane badan dengan cara yang relative lebih muda dan lebih cepat dibanding dengan eliminasi atau pengeluaran obat.
Distribusi adalah proses suatu obat yang secara reversible meninggalkan aliran darah dan masuk ke interstisium (cairan ekstrasel) dan/atau ke sel-sel jaringan. Pengiriman obat dari plasma ke interstinum terutama tergantung pada aliran darah, permeabilitas kapiler, derajat ikatan ion obat tersebut dengan protein plasma atau jaringan dan hidrofobisitas dari obat tersebut.
Faktor-faktor penting yang berhubungan dengan distribusi obat antara lain :
a.       Perfusi darah melalui jaringan
Perfusi darah melalui jaringan dan organ bervariasi sangat luas. Perfusi yang tinggi adalah pada daerah paru-paru, hati, ginjal, jantung, otak dan daerah yang perfusinya rendah adalah lemak dan tulang. Sedangkan perfusi pada otot dan kulit adalah sedang. Perubahan dalam aliran kecepatan darah (sakit jantung) akan mengubah perfusi organ seperti hati, ginjal dan berpengaruh terhadap kecepatan eliminasi obat.
b.      Kadar gradien, pH dan ikatan zat dengan makromolekul
Penetrasi obat tergantung pada luasnya kadar gradient, bentuk yang dapat berdifusi bebas, factor seperti pH gradient dan ikatan pada konstituen intraseluler akan mempengaruhi akumulasi dalam jaringan.
c.       Partisi ke dalam lemak
Obat yang larut dalam lipid dapat mencapai kosentrasi yang tinggi dalam jaringan lemak. Obat akan disimpan oleh larutan fisis dalam lemak netral. Jumlah lemak adalah 15% dari berat badan dan merupakan tempat penyimpanan untuk obat. Lemak juga mempunyai peranan  dalam membatasi efek senyawa yang kelarutannya dalam lemak adalah tinggi dengan bekerja sebagai akseptor obat selama fase redistribusi.
d.      Transfer aktif
Pemasukan ke dalam jaringan dapat juga terjadi dengan proses transport aktif. Metadon, propanolol dan amfetamin diangkut ke dalam jaringan paru-paru oleh proses aktif. Hal ini merupakan mekanisme yang penting untuk pemasukan obat tersebut yang besar dalam paru-paru.
e.       Sawar
Distribusi obat ke susunan syaraf pusat dan janin harus menembus sawar khusus yaitu sawar darah otak dan sawar uri. Sawar darah otak, penetrasi obat dari peredaran darah ke dalam ruang ekstraseluler susunan saraf sentral dan cairan cerebrospinal dibatasi atau ditentukan oleh keadaan permukaan absorbs.
f.       Ikatan obat dengan protein plasma
Factor yang penting dalam distribusi obat adalah ikatannya dengan protein plasma yang merupakan makromolekul. Banyak obat terikat dengan protein di dalam plasma darah dan jaringan lain. Umumnya ikatannya merupakan proses reversible dan akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat.
Protein yang terdapat dalam plasma dan mengadakan ikatan dengan obat adalah albumin. Bentuk
  3.  Metabolisme
Metabolisme sering disebut biotransformasi dan merupakan suatu istilah yang menggambarkan metabolism obat. Kebanyakan obat akan mengalami biotransformasi terlebih dahulu agar dapat dikeluarkan dari badan. Pada dasarnya tiap obat merupakan zat asing yang tidak diinginkan oleh badan dan badan berusaha merombak zat tersebut menjadi metabolit yang bersifat hidrofil agar lebih lancar diekskersikan melalui ginjal, jadi reaksi biotransformasi yang merupakan peristiwa detoksifikasi.
Reaksi biotransformasi dapat berupa oksidasi, hidrolisa dan konjugasi. Biotransformasi berlangsung terutama di hati, di saluran pencernaan, tetapi beberapa obat mengalami biotransformasi di ginjal, plasma dan mukosa intestinal, meskipun secara kuantitatif letak tersebut dipandang tidak penting,
Perubahan yang terjadi disebabkan oleh reaksi enzim dan digolongkan menjadi 2 fase, yaitu fase pertama merupakan reaksi perubahan yang asintetik dan fase kedua merupakan reaksi konjugasi.
Dalam metabolisme senyawa asli mengalami perubahan kimiawi dan dianggap sebagai mekanisme eliminasi obat, meskipun masalah ekskresi metabolit tetap ada. Kebanyakan metabolit mempunyai sifat partisi yang nyata berbeda dibanding dengan senyawa aslinya terutama sifat lipofilnya menurun. Senyawa baru tersebut mudah diekskresikan karena tidak segera diabsorbsi dari cairan tubuli ginjal. Metabolism dapat berpengaruh terhadap aktivitas biologi dari obat dengan bermacam-macam cara. Kebanyakan aktivitas farmakologi dapat menurun atau hilang setelah mengalami metabolism. Hal tersebut dapat digunakan untuk menentukan lama maupun intensitas aksi obat. Pada beberapa obat yang disebut produk tidak aktif secara biologi, tetapi metabolisme obat itu dapat mengaktifkan obatnya dalam hal ini dimaksudkan agar tujuan terapi dapat tercapai.
  4. Ekskresi
Organ yang paling penting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresikan dalam struktur tidak berubah atau sebagai metabolit. Jalan lain yang utama adalah eliminasi obat melalui system empedu masuk ke dalam usus kecil, obat atau metabolitnya dapat mengalami reabsorbsi (siklus enterohepatik) dan eliminasi dalam feses (kotoran manusia). Jalur ekskresi yang jumlah obat sedikit adalah melalui air ludah dan air susu merupakan suatu rute yang menimbulkan masalah bagi bayi yang disusui. Zat yang menguap seperti gas anestesi berjalan melalui epitel paru-paru.
Ginjal merupakan organ ekskresi yang penting . ekskresi merupakan resultante dari 3 proses antara lain :
a.       Filtrasi di glumerolus
Glumerolus merupakan jaringan kapiler dapat melewatkan semua zat yang lebih kecil dari albumin melalui cela antara sel endotelnya sehingga semua obat yang tidak terikat protein plasma mengalami filtrasi disana.
b.      Sekresi aktif di tubuli proksimal
Banyak obat diangkut melaui tubuli proksimal secara aktif ke dalam urine yang ada di tubuli dan disebut sekresi tubuli aktif. Sekresi obat dapat ditunjukan bila kecepatan pembuangan urine melebihi kecepatan filtrasi glomeruli.
c.       Reabsorbsi pasif di tubuli proksimal dan distal
Di tubuli proksimal dan distal terjadi reabsorbsi pasif untuk bentuk non ion. Oleh karena itu untuk obat berupa elektrolit lemah, proses reabsorbsi ini bergantung pada pH lumen tubuli yang menentukan derajat ionisasi. Bila urine lebih basa, asam lemah terionisasi lebih banyak sehingga reabsorbsinya berkurang, akibatnya ekskresinya meningkat. Sebaliknya bila urine lebih asam, ekskresi asam lemah berkurang. Keadaan yang berlawanan terjadi dalam ekskresi basa lemah.
Banyak metabolit obat yang berbentuk di hati di ekskresi ke dalam usus melalui empedu, kemudian dibuang melalui feses, tetapi lebih sering diserap kembali di saluran cerna dan akhirnya diekskresi melalui ginjal.
Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relative kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Air liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu.
Obat. Merupakan suatu yang dibutuhkan orang yang mengalami kelainan pada funsi tubuhnya (sakit). Sebenarnya obat merupakan suatu agonis (bahan kimia yang struktur dan komposisinya hampir sama dengan suatu protein tubuh manusia dan menyebabkan efek yang sama dengan protein endogen). Suatu obat juga bisa merupakan antagonis (suatu zat kimia yang mempunyai struktur yang sama dengan protein endogen, tetapi tidak mempunyai efek yang sama dengan protein endogen ketika antagonis ini berikatan dengan reseptor).
Masyrakat yang meminum obat (baik itu golongan antaginis maupun agonis), tidak mengetahui perjalanan obat dimulai dari setelah menelan obat.  Di dalam Farmakologi, dipelajari Farmakokinetik (apa yang dilakukan tubuh terhadap obat) dan Farmakodinamik (apa yang dilakukan obat terhadap tubuh (mekanisme obat)). Karena temanya adalah perjalanan obat dalam tubuh, maka farmakodinamik (reaksi obat terhadap tubuh) tidak dibahas.
Ya... itulah perjalan obat di tubuh kita, panjang juga :P  hhe...
Tak lupa juga kunjungi http://www.poltekkestasikmalaya.ac.id 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar